Sebuah penelitian dilakukan di Universitas California, San Diego, AS dengan melibatkan 200 orang. Mereka diminta untuk memikirkan sebuah pengalaman dicurangi atau dikecewakan atau dikhianati oleh sahabat mereka. Kemudian mereka dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 100 orang. Kelompok pertama diinstruksikan untuk memikirkan bagaimana hal itu memicu mereka untuk marah. Sedangkan kelompok kedua diminta dan didorong untuk untuk memaafkan.
Setelah itu mereka diberi pengalih pikiran selama lima menit. Kemudian mereka diberikan kebebasan untuk boleh memikirkan kembali peristiwa tidak mengenakkan tersebut dengan cara masing-masing. Hasilnya, kelompok yang marah mengalami kenaikan tekanan darah pada sesi pertama dan efeknya tetap terlihat meski mereka sudah diberi pengalih untuk lebih tenang. Sedangkan kelompok yang memaafkan lebih tenang dan bahagia.
Poin apa yang mau disampaikan dari eksperimen di atas? Sederhana, memaafkan.
Beberapa sumber yang terpercaya mengatakan bahwa memaafkan itu sangat bagus untuk kesehatan. Resiko penyakit berat dan mematikan seperti jantung, stroke, bahkan kanker hampir bisa dipastikan tidak akan mendekati orang-orang yang mudah memaafkan. Berbicara mengenai kanker, saya pernah dengar kesaksian dari seorang rekan yang punya teman kena kanker. Teman ini secara medis sudah tidak bisa disembuhkan dan divonis hanya akan hidup dalam hitungan bulan. Kebetulan ada rekan lain yang mempelajari sebuah teori bahwa dalam banyak kasus, kanker sebenarnya dipicu oleh emosi negatif yang tertahan di dalam tubuh. Oleh rekan ini ditelusuri, dan benar bahwa selama ini dia masih menyimpan dendam dengan seseorang. Karena menyangkut hidup-mati dan akan menuju ke mana setelahnya, teman ini disarankan untuk melepaskan maaf. Hasilnya, sebuah mukjizat. Teman ini berangsur sembuh, sampai kankernya lenyap. Tidak bisa dijelaskan secara medis. Dan sekarang dia bisa beraktivitas normal, mematahkan vonis dari dokter.
Orang yang mudah dalam memberikan maaf diyakini memiliki imunitas tubuh yang lebih baik, tekanan darah stabil, kecemasan dan depresi berkurang, tenang secara pikiran dan emosi, dan juga membuat tidur lebih nyenyak.
Sebaliknya, orang yang sulit memaafkan –terlebih yang sampai pada tingkat memendam kemarahan– resikonya bertolak belakang dengan orang yang mudah memaafkan. Mereka diyakini rentan menderita banyak penyakit, dari ringan sampai kronis tentunya. Selain itu, hidup mereka juga tidak tenang, karena selalu saja ada hal yang membuat mereka mudah cemas, takut, dan kuatir, yang efeknya membuat mereka mudah tersinggung dan marah. Dalam pergaulan mereka juga pasti dihindari, pasalnya pasti tidak banyak dari kita yang mau dekat dengan seorang pemarah bukan?
* * *
Bertepatan dengan momen lebaran, kiranya ucapan ‘mohon maaf lahir dan batin’ bukan sekadar kelatahan semata karena memang sudah begitu adanya. Semoga permohonan maaf yang disampaikan di hari yang fitri ini benar-benar tulus keluar dari hati. Dan kita yang menerima permintaan maaf itu juga sungguh-sungguh memberikan maaf dengan ikhlas. Karena dengan demikian, semangat kemenangan pastilah akan menjadi lebih indah dan semarak. Dan di atas semuanya, jadikanlah memaafkan sebagai sebuah gaya hidup bersama. Mau?
-Hendri Bun
bun.hendri@gmail.com - www.bunhendri.com
Comments
Post a Comment